Sabtu, 10 Juni 2017

Teori Pembelajaran Matematika SD

A.    Hakikat Pembelajaran Matematika
Hakikat pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Tujuan matematika di SD/MI yaitu: memahami konsep matematika, keterkaitan antar konsep dan aplikasi konsep dalam pemecahan masalah; menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi; memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah; mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelaskan keadaan atau masalah; dan memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan.

B.     Teori – Teori Pembelajaran Matematika Di SD
Dalam pembelajaran matematika di SD, diharapkan guru dapat mengelola pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara aktif. Guru matematika yang professional dan kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan  dan pelaksanaan pembelajaran matematika. Wawasan itu berupa dasar – dasar teori belajar yang dapat diterapkan untuk pengembangan dan/atau perbaikan pembelajaran matematika.
1.      Teori Belajar Piaget
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya schemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil. Piaget bahwa perkembangan mental setiap pribadi anak melewati empat tahap, yaitu:
1)      Tahap Sensori Motor (sejak lahir sampai dengan 2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisi (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).
2)      Tahap Pra Operasi(2 tahun sampai dengan7 tahun)
Ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit.
3)      Tahap Operasi Konkrit (7 tahun sampai dengan11 tahun)
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan, kemampuan mengklasifikasi,  mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
4)      Tahap Operasi Formal (11 tahun dan seterusnya)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu malakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak.

2.      Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner (Hudoyo, 1988:56), belajar matematika adalah belajar tentang konsep – konsep dan struktur – struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan –hubungan antara konsep – konsep dan struktur – struktur matematika. Bruner melukiskan anak – anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental, yaitu:
1)      Tahap Enaktif
Pada tahap ini, dalam belajar anak didik menggunakan atau memanipulasi objek – objek konkret secara langsung. Misalnya untuk memahami konsep operasi pengurangan bilangan cacah 7 –  4, anak memerlukan pengalaman  mengambil/ membuang 4 benda dari sekelompok 7 benda.
2)      Tahap Ikonik
Pada tahap ini kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek – objek konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung objek – objek konkret seperti langsung objek– objek konkret seperti pada tahap enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memakai gambaran dari objek – objek yang dimaksud.
3)      Tahap Simbolik
Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol – simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek – objek.
Dari hasil penelitian Bruner ke sekolah – sekolah, dalam belajar matematika ada beberapa teori yang berlaku yang disebutnya dengan dalil.
a.       Dalil Penyusunan
Menurut dalil penyusunan, siswa selalu ingin mempunyai kemampuan menguasai definisi, teorema, konsep dan kemampuan matematis lainnya. Oleh karena itu siswa hendaknya dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk menguasai suatu konsep matematis hendaknya siswa mencoba dan melakukan sendiri kegiatan yang mengacu pada perumusan dan penyusunan konsep tersebut. Jika dalam proses perumusan dan penyusunan tersebut disertai bantuan objek – objek konkret, maka anak lebih mudah untuk memahaminya, dan ide/konsep tersebut lebih tahan lama dalam ingatannya. Untuk itu dalam pembelajaran konsep matematis, guru hendaknya benar –benar memberi kesempatan anak untuk melaksanakan tahap enaktif.
b.      Dalil Notasi
Dalil notasi menyatakan bahwa dalam penyajian konsep matematis, notasi memegang peranan yang sangat penting. Penggunaan notasi dalam menyatakan konsep matematis tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak didik. Misalnya notasi untuk menyatakan fungsi f(x) = x  + 5, untuk anak SD dapat digunakan +  = Δ + 5, sedangkan bagi anak sekolah  lebih lanjut (SLTP) dapat digunakan {(x,y) | y = x + 5}.
c.       Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman
Menurut hasil penelitian Bruner,  pengkontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep matematika dari konsep konkret menjadi konsep yang lebih abstrak. Untuk melakukan itu diperlukan banyak contoh dan beranekaragam, sehingga anak memahami karakteristik konsep yang dipelajari. Contoh – contoh yang diberikan hendaknya memenuhi rumusan konsep yang sedang dipelajari. Untuk dapat lebih memahami karakteristik konsep, juga diperlukan contoh yang tidak memenuhi rumusan konsep.
d.      Dalil Pengaitan
Dalil pengaitan menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan rumusrumus. Materi yang satu merupakan prasyarat bagi materi yang lain, atau suatu konsep digunakan untuk menjelaskan konsep yang lain. Misalnya rumus luas jajargenjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan rumus luas segitiga yang diturunkan dari rumus luas jajargenjang. Dengan pendekatan intuitif – deduktif, rumus isi tabung diperlukan untuk menemukan rumus isi kerucut.

3.      Teori Belajar Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara – cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak – anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
1)      Permainan Bebas (Free Play)
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
2)      Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-poladan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.
3)      Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain.
4)      Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu.
5)      Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
6)      Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut


4.      Teori Belajar Gagne
Profesor Robert M. Gagne seorang ahli psikologi telah menggunakan matematika sebagai medium untuk menguji dan mengunakan teori belajar.  Ia bekerja sama dengan Proyek Matematika Universitas Meryland membahas pembelajaran matematika dalam pengembangan Kurikulum Matematika di sekolah.
Menurut Gagne bahwa dalam belajar matematika ada dua objek, yaitu objek langsung belajar matematika dan objek tidak langsung dari belajar matematika. Objek langsung meliputi fakta, operasi, konsep, dan prinsip. Sedangkan objek tidak langsung mencakup kemampuan menyelidiki, memecahkan masalah, disiplin diri, bersikap positif, dan tahu bagaimana semestinya belajar.
Menurut Gagne tingkah laku manusia sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar. Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-ketrampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas. Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor. Hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut:
1)      Informasi verbal
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta.
2)      Ketrampilan Intelektual
Kapabilitas ketrampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat membedakan, menguasai konsep aturan, dan memecahkan masalah. Kapabilitas intelektual oleh Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu : belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian verbal, belajar membedakan, belajar pembentukan konsep, belajar pembentukan aturan, dan belajar memecahkan masalah.
3)      Strategi Kognitif
Kapabilitas strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berfikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis.
4)      Sikap
Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut.
5)      Keterampilan Motorik
Untuk dapat mengetahui seseorang memiliki kapabilitas ketrampilan motorik dapat dilihat dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut.

5.      Teori Belajar Van Hiele
Van Hiele  menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu:
1)      Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu.
2)      Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada bangun Geometri itu.
3)      Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berfikir deduktif.
4)      Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.
5)      Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit, dan kompleks.
Kemajuan tingkat berfikir geometri siswa maju dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya melibatkan lima fase atau sebagai hasil dari pengajaran yang terorganisir ke lima fase pembelajaran. Kemajuan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya lebih bergantung pada pengalaman pendidikan/pembelajaran ketimbang pada usia atau kematangan. Adapun fase – fase Van Hiele tersebut digambarkan sebagai berikut ini:
Fase 1: Informasi
Melalui diskusi, guru mengidentifikasi apa yang sudah diketahui siswa mengenai sebuah topik dan siswa menjadi berorientasi pada topik baru itu.
Fase 2: Orientasi Terarah/Terpadu
Siswa menjajaki objek-objek pengajaran dalam tugas-tugas yang distrukturkan secara cermat seperti pelipatan, pengukuran, atau pengkonstruksian.
Fase 3: Eksplisitasi
Siswa menggambarkan apa yang telah mereka pelajari mengenai topik dengan kata-kata mereka sendiri, guru membantu siswa dalam menggunakan kosa kata yang benar dan akurat, guru memperkenalkan istilah-istilah matematika yang relevan.
Fase 4: Orientasi Bebas
Siswa menerapkan hubungan-hubungan yang sedang mereka pelajari untuk memecahkan soal dan memeriksa tugas yang lebih terbuka (open-ended)
Fase 5 Integrasi
Siswa meringkas/membuat ringkasan dan mengintegrasikan apa yang telah dipelajari, dengan mengembangkan satu jaringan baru objek-objek dan relasi-relasi.

C.    Penerapan Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika SD
1.      Penerapan Teori Belajar Piaget
Contoh pembelajaran berdasar pada teori Piaget sesuai tahap perkembangan kognitif anak usia tingkat Sekolah Dasar.
Pokok Bahasan                 : Bangun Ruang.
Sub Pokoh Bahasan          : 1.Kubus.
  2.Balok.
  3.Tabung.
  4.Prisma.
  5.Limas.
  6.Kerucut.
  7.Bola.
·   Anak sudah mulai di perkenalkan dengan pendalaman bentuk bangun yang dia ketahui tersebut.
·   Pengelompokan bangun juga mulai hanya diperkenalkan, bahwa kubus, balok dan yang lainnya termasuk bangun ruang.
·   Anak-anak juga berkontekstual dengan bangun-bangun tersebut sehingga ada pemahamannya tentang apa-apa saja yang terdapat pada bangun itu. Seperti kubus, tentu memiliki panjang, lebar dan juga tinggi.
·   Keterhubungan unsur yang dimiliki belum dijelaskan.
·   Melanjutkan pembelajaran di kelas-kelas berikutnya sampai pada operasi-operasi sederhana yang terdapat pada bangun itu.
Penjelasan:
Sesuai kurikulum pembelajaran tematik bangun ruang ini baru diperkenalkan dikelas II SD, itu artinya pembelajaran-pembelajaran sebelumnya tentu masih mengacu pada pra operasional. Dan pada pembelajaran selanjutnya di SD ini sudah memasuki tahap Operasi Kongkret sesuai teori Piaget
2.      Penerapan Teori Belajar Bruner
Contoh pembelajaran matematika di SD yang melalui tiga tahapan Bruner, misalnya kita akan menjelaskan operasi hitung (pengerjaan) penjumlahan pada anak-anak SD kelas 1.
Tahap 1: Enaktif
Dimulai dari model konkret, yaitu menggunakan benda-benda nyata dalam hal ini “buku” seperti berikut. “Tati mempunyai 3 buku, diberi lagi 2 buku oleh Ibunya, berapa buah banyaknya buku Tati sekarang?”.
Tahap 2: Ikonik
Langkah berikutnya dibuatkan modelnya, yaitu model semi konkret (model gambar) yang tidak menggunakan benda-benda nyata seperti buku sebenarnya, tetapi cukup dengan gambar buku atau model semi abstrak (model diagram), yang tidak lagi dengan gambar tetapi cukup menggunakan tanda-tanda tertentu seperti turus (tally) atau bundaran dan sebagainya.
Tahap 3: Simbolik
Pada tahap berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bilangan
3 buku + 2 buku = … buku
3 + 2 = 5
3.      Penerapan Teori Belajar Dienes
Penerapan teori belajar Dienes dalam pembelajaran matematika SD dapat dilakukan  melalui permainan interaktif. Permainan interaktif merupakan suatu permainan yang dikemas dalam pembelajaran, sehingga anak didik menjadi aktif dan senang dalam belajar. Oleh karena itu, guru harus menggunakan permainan sebagai media maupun pendekatan dalam belajar matematika bagi anak.
1)       Bermain untuk Belajar Bilangan
Topik bilangan cacah dipelajari anak SD di semua kelas. Bilangan cacah merupakan pengertian abstrak, jadi masih membutuhkan bantuan benda-benda konkret untuk dapat berpikir secara abstrak. Agar anak dapat mengerti tentang bilangan cacah, maka untuk mempelajari konsep bilangan cacah maupun operasi dan relasinya membutuhkan bantuan manipulatif benda-benda konkret. Benda konkret dapat dikemas sebagai alat peraga atau alat permainan. Agar anak dapat belajar dengan senang, asyik, dan merasa bebas dalam memanipulatif benda-benda konkret tersebut, maka kepada anak dinyatakan bahwa dengan menggunakan alat atau permainan, mereka diajak bermain untuk belajar bilangan cacah. Karena umur maupun kemampuan mereka yang bertingkat, maka alat atau permainan yang dipakai maupun tingkat kesulitannya bertingkat pula.
Pada bagian ini akan dibahas kegiatan yang menyenangkan atau permainan yang digunakan bagi anak untuk belajar konsep bilangan cacah, konsep operasi bilangan cacah, FPB dan KPK, yaitu permainan memasang satu-satu. Kegiatan permainan memasang satu-satu digunakan untuk membantu memahami anak terhadap konsep kekekalan bilangan, dan untuk membantu pemahaman anak terhadap relasi = (sama dengan), < (kurang dari/lebih sedikit), dan > (lebih dari/lebih banyak). Kegiatan ini diberikan di kelas satu SD. Kegiatan permainan ini banyak ragamnya, yang dapat dipakai untuk memahami bilangan maupun bangun-bangun geometri. Pada pembahasan ini hanya diambil beberapa contoh yang telah dimodifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi anak di Indonesia.
a.      Alat atau Perangkat Permainan
·   Untuk kegiatan klasikal: papan flanel, kartu-kartu gambar, beberapa perangkat kartu bilangan dari 0 – 9, beberapa kartu relasi (=, <, >), serta potongan-potongan benang nilon.
·   Untuk kegiatan individual atau kelompok kecil: benda-benda konkret dan potongan-potongan lidi.
·    Untuk kegiatan memahaman konsep kekekalan bilangan: benda-benda konkret, gambar atau benda-benda di sekitar anak yang dapat berpasangan atau dapat berpasangan, misalnya buku dengan pensil, rok dengan blus, celana dengan hem, toples dengan tutupnya, ballpoint dengan tutupnya.
b.      Cara membuat alat permainan
·   Kartu gambar
Buat gambar yang menarik pada kertas marmer (misalnya bintang) dengan ukuran diameter kira-kira 10 cm. guntinglah menurut gambarnya, kemudian butlah gambar yang sama (diblat) di kertas manila, kemudian digunting. Rekatkan ke dua gambar. Kemudian pada kertas manila direkatkansepotong kain flanel atau spons tipis.
·   Kartu bilangan
Guntinglah kertas manila berbentuk persegi dengan ukuran 10 cm x 10 cm. Satu set kartu bilangan membutuhkan 10 persegi, untuk menunjukkan bilangan dari 0 sampai 9. Tulislah angka di kartu tersebut, dengan ukuran cukup besar dan jelas. Warna tulisan bilangan dengan warna kertas manilaharus kontras (mencolok) sehingga anak didik dapat melihat dengan jelas bilangan yang dimaksud. Di belakang kertas manila direkatkan sepotong kain flanel.
·   Kartu relasi bilangan
Untuk membuat kartu relasi guntinglah kertas manila berbentuk persegi dengan ukuran ( 10 x 10 ) cm. satu set kartu relasi membutuhkan 3 persegi yang masing-masing untuk menyatakan =, <, dan >, perlu diingat bahwa warna tulisan relasi dengan warna kertas manila harus kontras (mencolok)sehigga anak didik dapat melihat dengan jelas relasi yang dimaksud. Di belakang kertas manila direkatkan sepotong kain flanel.
c.       Cara Menggunakan untuk Memahami Relasi =, <, Dan > Secara Klasikal
Tempelkanlah dua kelompok benda pada papan flanel. Mintalah anak untuk menghubungkan setiap satu benda di kelompok kesatu dengan satu saja benda di kelompok kedua dengan benang nilon sampai semua yang dapat berpasangan sudah dipasangkan. Kemudian menempelkan kartu bilangan dan relasi yang sesuai di bawah gambar yang telah dipasangkan satu-satu.
Agar permainan menjadi seru dan menantang bagi anak, dapat dilakukan secara kelompok yang beranggotakan 3 atau 4 anak, dan dipertandingkan untuk memasangkan gambar dengan cepat dan benar. Untuk itu disediakan pasangan kelompok benda (gambar) yang anggotanya akan dipasang satu-satu sebanyak kelompok yang akan bertanding. Anggota kelompok secara bergantian memasangan satu-satu, kemudian menempelkan kartu bilangan dan relasi yang sesuai. Kelompok yang tercepat dan benar, itu yang menang.
4.      Penerapan Teori Belajar Gagne
Teori belajar Gagne dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di Indonesia. Ada beberapa pendekatan dan langkah-langkah agar bisa menerapkan teori tersebut dalam proses pembelajaran.
Materi yang akan diambil adalah pembelajaran mengenai pengenalan operasi penjumlahan serta pengurangan pada siswa kelas rendah. Alat peraga berupa gambar lambang bilangan, gambar lambang operasi bilangan dan media kongkrit (misal: permen, apel, pensil, wafer).
Berdasarkan konsep Sembilan Kondisi Intruksional Gagne maka kita bisa menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:
1)      Memperoleh Perhatian
Kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut itu penting. Hal ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan seputar materi yang akan disajikan.
Contoh : mengajak siswa berkenalan dengan bilangan dan mengetahui lambang bilangan dengan cara memulai komunikasi dengan siswa. Guru menunjukkan alat peraga berupa gambar-gambar lambang bilangan serta media-media yang menarik agar siswa memfokuskan diri untuk memulai pelajaran.
2)      Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran
Dalam hal ini guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan tujuan pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi pembelajaran yang dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran.
Contoh: guru memberikan informasi menarik bahwa pembelajaran kali ini kita akan belajar mengenai operasi bilangan. Guru juga mengucapkan bahwa setelah pelajaran ini siswa dapat berhitung, sehingga besok bisa menghitung jumlah barang yang ia (siswa) miliki baik dari pemberian barang oleh orang lain ataupun barang yang sebelumnya sudah ia miliki.
3)      Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari
Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan dengan cara bertanya tentang materi yang telah diajarkan.
Contoh: guru menanyakan tentang nama bilangan yang guru tunjukkan. Dalam hal ini guru sudah menyiapkan media berupa gambar lambang bilangan.
4)      Menyajikan stimulus
Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung.
Contoh: guru membagi siswa kedalam 4 kelompok. Dalam pembagian kelompok ini guru juga mengajak siswa untuk menghitung berapa jumlah teman dalam satu kelomponya. Pada tiap-tiap kelompok, guru membagikan masing-masing 10 permen. Dalam hal ini tentu siswa sudah bertanya-tanya, keadaan ini semakin dirangsang oleh guru dengan mengatakan bahwa kegiatan kali ini adalah lomba menghitung. Aturan mainnya tiap anggota kelompok bekerjasama menjawab pertanyaan guru mengenai penjumlahan dan pengurangan yang guru lakukan menggunakan media benda. Apabila kelompok tersebut salah maka kelompok tersebut wajib mensodaqohkan satu buah permennya kepada kelompok lain.
5)      Memberikan bimbingan kepada siswa
Seyogyanya guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya. Sehingga siswa dapat terarah dalam pembelajarannya.
Contoh: dalam proses penghitungan/pemberian soal yang diberikan oleh guru, siswa satu kelompok diminta untuk menghitungnya sembari guru menunjukkan jumlah bilangan tersebut.
6)      Memancing Kinerja
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
Contoh: guru memancing kinerja berupa mengajak berhitung siswa satu kelas tentang hasil penghitungan yang dilakukan oleh kelompok lain.
7)      Memberikan balikan
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
Contoh: guru menanyakan kepada siswa sudah benar atau belum. Hal ini juga semakin memantapkan hasil penghitungan yang dilakukan oleh siswa.
8)      Menilai hasil belajar
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
Contoh: meminta siswa menulis hasil penjumlahan yang dilakukan dalam permainan tadi menggunakan lambang bilangan yang benar.
9)      Mengusahakan transfer
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain. Contohnya: ajak siswa memecahkan masalah yang diceritakan oleh guru sebelum pelajaran selesai.
5.      Penerapan Teori Belajar Van Hiele
Contoh model pemahaman segi empat menurut Van Hiele. Segiempat terdiri dari persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang – layang, dan trapesium.
a.       Persegi
1.      Keempat sisinya sama panjang
2.      Keempat sudutnya sama besar
b.      Persegi panjang
1.      Sisi yang berhadapan sama panjang
2.      Keempat sudutnya sama besar
c.       Belah ketupat
1.      Keempat sisinya sama panjang
2.      Sudut yang berhadapan sama panjang
d.      Jajar genjang
1.      Sisi yang berhadapan sama panjang
2.      Sudut yang berhadapan sama besar
e.       Trapesium
1.      Satu pasang sisi yang berhadapan sejajar.
f.       Layang-layang
1.      Dua pasang sisi yang tidak berhadapan sama panjang
2.      Satu pasang sudut yang berhadapan sama besar.
Pembelajaran yang Dilaksanakan pada Setiap Fase Pembelajaran 
1.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 1 (Informasi)
a.       Dengan memakai gambar bermacam-macam bangun segiempat, siswa diinstruksikan untuk memberi nama masing-masing bangun.
b.      Guru mengenalkan kosa kata khusus, seperti: simetri lipat, simetri putar, sisi berhadapan, sudut berhadapan, dan sisi sejajar.
c.       Dengan metode tanya jawab, guru menggali kemampuan awal siswa.
2.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 2 (Orientasi)
1)      Siswa disuruh membuat suatu model bangun segiempat dari kertas.
a.       Dengan menggunakan model bangun tersebut serta kertas berpetak siku-siku, siswa diintruksikan untuk menyelidiki:
a)      Banyaknya sisi berhadapan sejajar
b)      Sudut suatu bangun siku-siku atau tidak
b.      Dengan menggunakan suatu model bangun, siswa diminta untuk melipat model bangun tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan sumbu simetri. Selanjutnya siswa diinstruksikan untuk menyelidiki banyaknya sumbu simetri yang dimiliki oleh suatu bangun.
c.       Melipat model tersebut pada diagonalnya, kemudian menempatkan yang satu di atas yang lain. Siswa diminta menyelidiki banyaknya pasangan sudut berhadapan yang sama besar.
d.      Memotong objek yang berdekatan, kemudian menempatkan salah satu sisi potongan pertama berimpit dengan salah satu sisi potongan yang kedua. Siswa diminta untuk menyelidiki apakah sudut yang berdekatan membentuk sudut lurus.
e.       Memotong semua pojoknya dan menempatkan potongan-potongan tersebut sedemikian rupa sehingga menutup bidang rata. Selanjutnya siswa diminta untuk menyelidiki apakah keempat sudut itu membentuk sudut putaran.
1)      Siswa diintruksikan untuk mengukur panjang sisi-sisi suatu segiempat.
2)      Siswa diintruksikan untuk mengukur diagonal suatu segi empat.
3.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 3 (Penjelasan)
Siswa diberi bermacam-macam potongan segiempat. Mereka diminta untuk mengelompokkan segiempat berdasarkan sifat-sifat tertentu, seperti:
a.       Segiempat yang mempunyai sisi sejajar
b.      Segiempat yang mempunyai sudut siku-siku
c.       Segiempat yang mempunyai sisi sama panjang 
4.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 4 (Orientasi Bebas)
Dengan menggunakan potongan segitiga, siswa diminta untuk membentuk segiempat, dan menyebutkan nama segi empatyang telah terbentuk.
5.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5 (Integrasi)
Siswa dibimbing untuk menyimpulkan sifat-sifat segiempat tertentu, seperti:
a)      Sifat persegi adalah ….
b)      Sifat persegi panjang adalah ….
c)      sifat belahketupat adalah ….
d)     Sifat jajargenjang adalah ….
e)      Sifat layang-layang adalah ….

f)       Sifat trapezium adalah ….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar