A. Pengetian Metode Mengajar
Kata metode berasal dari bahasa
latin yaitu “methodo” yang berarti “jalan”. Dengan demikian metode bersangkut
paut dengan pemilihan jalan, arah atau pola dalam berbuat sesuatu untuk
mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan mengajar dapat diartikan sebagai suatu
proses membawa anak didik dari suatu tingkat kecakapan tertentu ke tingkat
kecakapan yang menjadi tujuan pendidikan.
Sehubungan dengan hal tersebut Winarno Surachmad (1976:76),
menyatakan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat
untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan mengajar diartikan sebagai penciptaan
suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar (T. Raka
Joni. 1980:1).
Dengan demikian metode mengajar adalah metode yang
dipergunakan oleh seorang pengajar untuk membawa anak didiknya ke tujuan
pengajarannya (E. Kusmana. 1974:1).
Lebih jelas lagi ditegaskan oleh Winarno Surachmad (1961),
bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan proses belajar mengajar,
atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid
di sekolah.
Jadi, metode mengajar adalah cara yang dianggap efisien yang
digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada
siswa, agar tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam proses kegiatan
pembelajaran dapat tercapai dengan efektif.
Menurut Ida Badariyah Almatsir ada beberapa faktor yang ikut
berperan dalam menentukan efektif tidaknya suatu metode mengajar. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Tujuan
pengajaran
2)
Bahan
pengajaran
3)
Siswa
yang belajar
4)
Kemampuan
guru yang mengajar
5) Besarnya jumlah siswa
5) Besarnya jumlah siswa
6)
Alokasi
waktu yang tersedia
7)
Fasilitas
yang tersedia
8)
Media
dan sumber
9)
Situasi
pada suatu saat
10)
Sistem
evaluasi.
Begitu juga Winarno Surahmad (1990:97) mengatakan, bahwa
pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Anak Didik : Di dalam kelas guru akan menghadapi
siswanya yang mempunyai perbedaan- perbedaan; jenis kelamin, latar belakang
kehidupan, status sosial, kecerdasan, kreatifitas, dan perilakunya. Perbedaan
individual siswa tersebut akan mempengaruhi guru untuk memilih dan menentukan
metode mana yang cocok, untuk mencapai lingkungan belajar yang aktif dan
kreatif, sehingga tujuan pembelajaran tercapai susuai yang direncanakan.
2) Tujuan : Perumusan tujuan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan siswa, proses pembelajaran, dan pemilihan metode. Metode yang
dipilih guru harus sesuai dengan taraf kemampuan siswa, artinya metode harus
tunduk terhadap tujuan.
3) Situasi : Situasi kegiatan pembelajaran yang diciptakan guru dari hari
ke hari tidak selalu sama. Dalam hal ini guru tentu memilih metode mengajar
yang sesuai dengan yang diciptakan. Misalnya, sesuai dengan sifat bahan dan
tujuan yang akan dicapai, maka guru menciptakan lingkungan belajar secara
kelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi
tugas untuk memecahkan suatu masalah.
4) Fasilitator : Merupakan kelengkapan yang menunjang
proses pembelajaran. Lengkap tidaknya fasilitas akan menentukan pemilihan
metode mengajar.
5) Guru : Latar belakang pendidikan dan kemampuan guru akan
mempengaruhi kompetensi. Kurangnya kemampuan terhadap berbagai metode akan
menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode, apalagi belum mempunyai
pengalaman mengajar yang memadai. Oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa
kepribadian, latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah
permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode
mengajar.
B. Kriteria Menentukan Metode
Pembelajaran
Menurut Cheppy HC (tt;80) ada tiga kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan metode, antara lain:
1) Tujuan
: Tujuan merupakan landasan utama
untuk menentukan metode sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2) Kebutuhan
dan minat anak : Kebutuhan
individu itu berbeda-beda, misalnya beberapa anak memerlukan pengalaman tertentu,
sedang yang lain memerlukan aktivitas tertentu pula. Sebagai guru harus
mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak untuk menentukan rencana kegiatan
pembelajaran.
3) Cara
Penampilan Guru : Kepribadian
guru dapat dilihat melalui penampilannya waktu mengajar. Dalam beberapa hal ia
telah mengembangkan cara mengajar yang mengesankan, di lain pihak ia memang
pandai memilih metode yang tepat, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan.
Menurut Husein Akhmad, dkk (1981;58) seorang guru IPS dalam
memilih metode hendaknya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengajar
(guru)
Seorang guru dalam memilih metode hendaknya
mempertimbangkan: pengetahuan yang dikuasai, pengalaman mengajar, dan
personalitas yang dimiliki. Personalitas yang cocok dengan siswa akan mendorong
kegiatan belajar, karena terbinanya sarana komunikasi yang efektif.
2. Siswa
Cara-cara yang dipilih guru hendaknya memperhitungkan
lingkungan siswa dari mana ia berasal, tingkat intelektual dan latar belakang
siswa, pengalaman praktik siswa serta lingkungan dan budaya siswa.
3. Tujuan
yang akan dicapai
Tujuan yang akan dicapai merupakan pedoman bagi guru dalam
memilih bahan yang akan disajikan dan memikirkan metode apa yang paling
efektif.
4. Materi/bahan
Materi itu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda,
karenanya menuntut cara mengajar yang serasi dengan materi tersebut. Metode
untuk materi yang bersifat abstrak akan berbeda dengan metode untuk materi yang
bersifat konkrit.
5. Waktu
Masalah waktu harus diperhatikan dalam memilih metode antara
lain: waktu untuk persiapan, waktu yang tersedia untuk mengajar, waktu yang
menunjukkan saat mengajar apakah mengajar pagi hari, siang hari atau sore hari.
6. Fasilitas
yang tersedia
Fasilitas yang tersedia akan menentukan seberapa jauh orang
dapat leluasa dalam memilih metode pengajaran. Setelah guru menentukan metode
yang tepat bagi suatu materi tertentu, hendaknya metode tersebut dijadikan
sebagai alat untuk menyajikan bahan pelajaran dan sekaligus sebagai alat bantu
siswa untuk mempermudah proses belajar mengajar.
C. Macam-macam Metode/Pendekatan
Pembelajaran IPS
Anita Lie (2002:4-5), menyatakan bahwa guru
harus menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan beberapa
pokok pemikiran antara lain:
1) Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan
dikembangkan oleh siswa.
2) Siswa membangun pengetahuannya
secara aktif.
3) Guru harus berusaha mengembangkan
kompetensi dan kemampuan siswa.
4) Pendidikan adalah interaksi pribadi
di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus
menciptakan proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa, sehingga dapat
menemukan sendiri pengetahuanya. Untuk itu guru harus memfasilitasi dan
menciptakan kondisi belajar siswa. Oleh karena itu guru harus merencanakan
pembelajaran dengan menerapkan metode atau pendekatan pembelajaran yang aktif
dan kreatif.
Dalam uraian berikut akan diberikan gambaran atau penjelasan
singkat tentang metode/pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam
pengajaran IPS antara lain:
1.
Contectual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL), merupakan konsep belajar
yang mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa.
Hal ini akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Jadi CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk
membantu siswa memahami makna dalam materi pelajaran yang mereka pelajari,
kemudian menghubungkan dengan kontek kehidupan
sehari-hari, yaitu kontek lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya.
Karakterstik Pendekatan
Pembelajaran CTL :
a)
Kerja
sama.
b)
Menyenangkan.
c)
Pembelajaran
terintegrasi.
d)
Menggunakan
berbagai sumber.
e)
Siswa
(aktif, kreatif, dan kritis), guru (harus kreatif).
f) Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, misalnya peta, gambar, ceritera, puisi.
f) Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, misalnya peta, gambar, ceritera, puisi.
g)
Laporan
kepada orang tua tidak hanya berupa rapor, tetapi dapat berupa hasil karya
siswa, misalnya laporan / tugas, karangan.
Unsur-unsur yang terkandung
didalam CTL adalah :
1.
Konstruktivisme
(constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit) dan secara tiba-tiba. Pengetahuan bukan
seperangkat fakta, konsep, atau akidah yang siap diambil, melainkan manusia
harus mengkontruksi pengetahuan tersebut dan memberi makna melalui pengalaman
nyata.
2.
Menemukan
(inquiry)
Menemukan
merupakan inti dari CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil dari mengingat seperangkat fakta, konsep, dan kaidah,
melainkan hasil dari menemukan sendiri. Maka guru harus merancang kegiatn
pembelajaran yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi/pokok
bahasannya. Adapun langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai
berikut:merumuskan masalah;melakukan observasi atau pengamatan;menganalisis dan
menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan
lain-lain, dan;mengkomunikasikan hasil karya kepada pembaca, teman sekelas,
atau guru.
3.
Bertanya
(Questioning)
Bertanya
merupakan strategi utama dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL. Bagi siswa,
bertanya merupakan hal penting dalam pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu untuk
menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan
perhatian pada aspek yang belum diketahui.
4.
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Masyarakat
belajar dapat terjadi jika ada proses komunikasi dua arah atau lebih. Seseorang
yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang
diperlukan oleh temannya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan
dari teman belajarnya.
5.
Pemodelan
(Modeling)
Dalam
pembelajaran, guru bukan satu-satunya model, dapat juga model didatangkan dari
luar, misalnya tokoh masyarakat, petugas kesehatan, pemadam kebakaran, polisi
lalu lintas. Model dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara sederhana
memadamkan kebakaran, dan sebagainya.
6.
Refleksi
(Reflection)
Refleksi
adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari, atau berpikir tentang
apa yang telah dilakukan di masa yang lalu. Pengetahuan bermakna diperoleh dari
proses pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui kontek pembelajaran,
dan kemudian diperluas lagi sedikit demi sedikit melalui pengalamannya.
7.
Penilaian
yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian autentik adalah proses pengumpulan berbagai data
yang dapat memberi gambaran perkembangan belajar siswa. Perkembangan siswa
perlu diketahui karena untuk memastikan apakah siswa telah mengalami proses pembelajaran
dengan benar. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi siswa?
Hal
yang dapat digunakan untuk penilaian, antara lain; laporan, pekerjaan rumah,
kuis, karya siswa, presentasi, demonstrasi, karya tulis, dan hasil tes tulis.
2.
Cooperative Learning
Falsafah yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning bahwa manusia
adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup manusia, tanpa kerja sama kehidupan manusia akan terganggu,
karena manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain.
Ada lima prinsip untuk mencapai hasil maksimal dari
pembelajaran dengan model cooperative
learning yang harus dikembangkan, antara lain:
a)
Saling ketergantungan
Keberhasilan kelompok sangat
tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk mencapai kerja yang efektif,
guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga semua anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya masing- masing.
b)
Tanggung jawab perseorangan
Tanggung jawab perseorangan
merupakan prinsip yang mempunyai keterkaitan erat dengan prinsip saling
ketergantungan positif. Siswa harus mempunyai komitmen yang kuat untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, ia harus mempertanggungjawabkan
aktivitasnya, sehingga tidak mengganggu kinerja tim.
c)
Tatap muka
Setiap kelompok harus diberi
kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota, karena hasil pemikiran
kelompok akan lebih baik dari pada hasil pemikiran satu anggota saja. Sinergi
antar anggota ini akan meningkatkan sikap menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-maasing anggota.
d)
Komunikasi antar anggota
Siswa harus dibekali berbagai
keterampilan berkomunikasi, karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian
mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada
kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengemukakan pendapatnya.
e)
Evaluasi proses kelompok
Untuk kepentingan evaluasi, guru harus menyediakan waktu
khusus untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar
selanjutnya dalam bekerja sama dapat lebih efektif.
Teknik-teknik Pembelajaran Cooprarative Learning
a.
Teknik
Mencari Pasangan
Teknik ini digunakan untuk memahami suatu konsep atau
informasi tertentu yang harus ditemukan siswa. Keunggulannya adalah siswa dapat
mencari pasangan sambil belajar menggali satu konsep atau tema dalam suasana yang
menyenangkan. Teknik ini dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkat usia anak. Adapun caranya guru menyiapkan beberapa kartu yang
berisi beberapa konsep atau topik tertentu, setiap siswa mendapat satu kartu.
Kemudian setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya.
b.
Bertukar
Pasangan
Teknik ini dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk
bekerja sama dengan siswa lain. Teknik ini juga dapat diterapkan pada semua
mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Caranya adalah, guru
memberi tugas kepada siswa untuk dikerjakan dengan pasangannya dalam
(kelompok), setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain
untuk berdiskusi untuk mengukuhkan jawaban. Temuan baru yang didapatkan dari
pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
c.
Berpikir
Berpasangan Berempat
Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja
sendiri dan bekerja sama dengan siswa lain. Keunggulannya adalah optimalisasi
partisipasi siswa, karena setiap siswa dapat tampil beberapa kali untuk
dikenali dan menunjukkan partisipasinya kepada siswa lain. Teknik ini juga
dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik.
Caranya adalah, guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas
kepada semua kelompok. Setiap siswa mengerjakan tugas secara sendiri-sendiri,
kemudian bergabung dengan rekan lain dari anggota kelompoknya untuk berdiskusi.
Setelah selesai, kedua pasangan bergabung kembali dengan kelompoknya. Siswa
mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada anggota kelompok
berempat.
d.
Keliling
Kelompok
Teknik ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan
semua tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan keliling kelompok,
masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan
kontribusinya dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya. Caranya
adalah, salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan
pandangan dan pemikirannya tentang tugas yang sedang mereka kerjakan. Siswa
berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya, demikian seterusnya, giliran
berbicara dapat diatur menurut arah jarum jam atau dari kiri kekanan atau
sebaliknya.
e.
Jigsaw
Teknik ini dapat digunakan untuk kegiatan pembelajaran
membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Guru memperhatikan skemata atau
latar belakang siswa dan membantu mengaktifkan siswa agar pembelajaran menjadi
lebih bermakna. Siswa saling bekerja sama dan saling membantu, mereka mempunyai
banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi. Teknik ini dapat diterapkan untuk semua kelas/tingkatan dan
cocok untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Matematika, dan Agama.
Adapun caranya adalah:
1)
Guru
membagi bahan /materi menjadi empat bagian.
2) Guru
sebelum membagikan tugas kepada kelompok, hendaknya menanyakan apakah siswa
sudah mengenal/ mengetahui tentang topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini
dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa dalam menghadapai bahan/materi
baru.
3)
Siswa
dibagi dalam kelompok berempat.
4)
Bagian
materi pertama diberikan kepada siswa pertama, bagian kedua diberikan kepada
siswa kedua, dan seterusnya.
5)
Siswa
disuruh membaca dan mengerjakan bagian masing-masing.
3.
Metode
Karyawisata
Suryobroto(1986:51) memberi batasan karyawisata
sebagai kegiatan belajar mengajar dengan mengunjungi obyek yang sebenarnya yang
ada hubungannya dengan pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Nursid Sumaatmadja (1980:113), menyatakan bahwa
karyawisata adalah suatu kunjungan ke obyek tertentu di luar lingkungan
sekolah, di bawah bimbingan guru IPS, yang bertujuan untuk mencapai tujuan
instruksional tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut metode karyawisata dapat
dilaksanakan dengan mengadakan perjalanan dan kunjungan yang hanya beberapa jam
saja ke tempat atau daerah yang tidak begitu jauh dari sekolah, asalkan
maksudnya memenuhi tujuan instruksional IPS.
Seorang guru dapat menerapkan metode karyawisata dengan
terarah dan sesuai dengan tujuan instruksionalnya, apabila guru memperhatikan
hal-hal seperti tersebut dibawah ini:
1)
Mengetahui
hakikat metode karyawisata.
2)
Mengetahui
kelebihan dan kelemahan metode karyawisata.
3)
Mengetahui
langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya.
4)
Mempunyai
keterampilan memilih pokok-pokok bahasan yang cocok dikembangkan dengan metode karyawisata.
Selain itu guru juga harus memperhatikan keadaan siswa yang
akan terlibat dalam proses belajar mengajar, bahwa:
a)
Siswa
memiliki dorongan minat dan perhatian terhadap apa yang sedang dipelajari
(sense of interest ).
b)
Siswa
memiliki dorongan untuk melihat kenyataan (sense of reality).
c)
Siswa
memiliki dorongan untuk menemukan sendiri hal-hal yang menarik perhatiannya (
sense of discovery).
Fungsi
Metode Karyawisata
1)
Mendekatkan
dunia sekolah dengan kenyataan.
2)
Mempelajari
suatu konsep atau teori dengan kenyataan dan sebaliknya.
3)
Membekali
pengalaman riil pada siswa.
Langkah-langkah Metode Karyawisata
Untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan metode karyawisata,
tahap-tahap pelaksanaannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Tahap
persiapan : Meliputi persiapan materi atau topik karyawisata, persiapan
teoritis, persiapan perlengkapan, dan aspek-aspek lain yang menunjang
pelaksanaan karyawisata.
b)
Tahap
pelaksanaan karyawisata di lapangan : Jika tahap persiapan telah matang dan
terperinci, maka tahap pelaksanaan akan berjalan lancar. Tahap pelaksanaan ini
secara ketat harus tetap berlandaskan pada perencanaan, misalnya rencana dan
tujuannya.
c) Tindak
lanjutnya pelaksanaan karyawisata (setelah kembali ke tempat) Kegiatannya
meliputi penyusunan dan membuat laporan hasil karyawisata.
Kelebihan
dan Kelemahan Metode Karyawisata
Kelebihan Metode Karyawisata
1)
Siswa
dapat mengamati obyek secara nyata dan bervariasi, seperti peninggalan sejarah,
pasar, pantai, pabrik, kalurahan, kecamatan.
2)
Siswa
dapat menjawab dan memecahkan masalah-masalah dengan cara melihat, mencoba, dan
membuktikan secara langsung suatu obyek yang dipelajari.
3) Siswa
dapat pula mendapatkan informasi langsung dari narasumber ataupun dapat
penjelasan langsung dari manajer pabrik.
Kelemahan Metode Karyawisata
1)
Jika
terlalu sering dilaksanakan akan mengganggu rencana pelajaran.
2)
Perlu
pengawasan dan bimbingan guru.
3) Jika
obyek yang akan dikunjungi terlalu jauh letaknya, menyulitkan transportasi dan
pembiayaan.
4) Jika
pelaksanaan karyawisata terlalu kaku sifatnya, dapat menurunkan minat siswa
terhadap karyawisata, sehingga tujuannya tidak tercapai.
4.
Metode
Role Playing (Bermain Peran)
Metode role playing tidak bisa lepas dari
metode sosiodrama, sebab
keduanya sama-sama dapat diterapkan dalam pengajaran IPS yang sukar dipisahkan
satu sama lainnya. Role playing adalah
salah satu bentuk permainan pendidikan yang dipakai untuk menjelaskan peranan,
sikap, tingkah laku, nilai, dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang
dan cara berpikir orang lain (Husein Achmad. 1981:80).
Dengan demikian role playing adalah merupakan suatu teknik atau cara agar
para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaan. Sedangkan
sosiodrama berarti
mendramatisasikan cara tingkah laku di dalam hubungan sosial (Winarno
Surachmad. 1973:125). Atau cara mengungkapkan kehidupan dan hubungan sosial
secara keseluruhannya pada sekelompok siswa.
Tujuan dan Manfaat Role
Playing (menurut Shaftel)
1)
Agar
menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam realita hidup.
2)
Agar
memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya.
3)
Untuk
mempertajam indera dan rasa siswa terhadap sesuatu.
4) Sebagai
penyaluran/pelepasan ketegangan dan perasaan-perasaan. 5) Sebagai alat
mendiagnosa keadaan kemampuan siswa.
5)
Pembentukan
konsep secara mandiri.
6)
Menggali
peranan-peranan dari pada seseorang dalam suatu kehidupan kejadian/keadaan.
7) Membina
siswa dalam kemampuan memecahkan masalah, berfikir kritis, analisis,
berkomunikasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain.
8) Melatih
anak ke arah mengendalikan dan membaharui perasaannya, cara berfikirnya, dan
perbuatannya.
Langkah-langkah
Role Playing
1)
Pemanasan
(pengantar serta pembahasan ceritera dari guru).
2)
Memilih
siswa yang akan berperan.
3)
Menyiapkan
penonton yang akan mengobservasi.
4)
Mengatur
panggung/ruang
5)
Permainan.
6)
Diskusi
dan evaluasi.
7)
Permainan
berikutnya.
8)
Diskusi
lebih lanjut.
9)
Generalisasi.
5.
Metode
Simulasi
Istilah simulasi berasal dari kata simulate yang berarti
pura-pura, dan simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya
pura-pura. Menurut Soli Abimanyu (1980), bahwa simulasi adalah tiruan atau
perbuatan yang hanya pura-pura saja.
Dengan demikian simulasi itu dapat digunakan untuk melakukan
proses- proses tingkah laku secara imitasi. Sebagai contohnya simulasi tentang
seorang pemimpin yang otoriter, simulasi mengajar dan sebagainya.
Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan sebagai
suatu usaha untuk memperoleh pemahaman akan hakikat dari suatu konsep, prinsip
atau sesuatu keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau
latihan dalam situasi tiruan. (B. Suryobroto,1986:63).
Tujuan Simulasi
Menurut Sunaryo (198 :113-114) tujuan
simulasi adalah:
a) Untuk
melatih keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun bagi
kehidupan sehari-hari.
b)
Untuk
memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip.
c)
Untuk
latihan memecahkan masalah.
Langkah-langkah Simulasi
Menurut
Ida Badariyah Almatsir, Mulyono Tjokrodikaryo (tt:22-23),
kegiatan simulasi dapat dilakukan dalam empat tahap yaitu:
orientasi, latihan, simulasi (operasi), dan debriefing (diskusi). Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1)
Tahap
I: orientasi
a) Mengemukakan pokok bahasan dan
konsep yang akan disimulasikan.
b) Menjelaskan model dan permainannya.
2)
Tahap
II: latihan peserta
a) Menetapkan skenario (aturan,
peranan, prosedur, jenis keputusan yang akan diambil sasaran).
b) Tugas-tugas peran.
c) Latihan singkat.
3)
Tahap
III: Pelaksanaan simulasi
a) Kegiatan permainan dan pengaturannya
b) Balikan dan penilaian ( dari
penampilan dan pengaruh keputusan )
c) Penjernihan (klarifikasi) kesalahan
konsep
d) Kelanjutan simulasi
4) Tahap
IV: Debriefing dengan peserta: Mengandung semua atau beberapa dari
kegiatan-kegiatan berikut ini:
a) Ringkasan peristiwa dan persepsi
b) Kesulitan dan pemahaman
c) Analisis proses
d) Perbandingan antara kegiatan
simulasi dan dunia nyata
e) Kaitan kegiatan simulasi dan materi
pelajaran
f) Rancangan ulang simulasi
Oleh
karena dalam simulasi siswa belajar dari pengalaman yang disimulasikan, bukan
belajar dari ceramah atau pidato dari guru, maka dalam hal ini guru berperan
sebagai:
1.
Informan
Guru harus menjelaskan tentang
simulasi, karena siswa harus benar-benar mentaati aturan-aturan main yang sudah
ditentukan, terutama bagaimana cara memulainya. Siswa harus mengetahui atau
menyadari implikasi dari setiap kegiatan simulasi. Guru dalam memberi
penjelasan, harus seminimal mungkin, jelas, tidak bertele-tele, dan tidak perlu
diulang-ulang.
2.
Mengawasi atau mewasiti simulasi
Guru harus mengawasi keikut-sertaan
siswa dalam simulasi agar dapat memperoleh manfaat sesuai yang diharapkan.
Dalam hal ini guru harus bertindak sebagai wasit, yaitu memegang ketat
aturan-aturan mainnya, tetapi ia sendiri tidak ikut main.
3.
Melatih siswa
Dalam melatih, guru harus bertindak
sebagai penasehat supportif bukan sebagai pengkotbah atau tukang menegakkan
disiplin. Misalnya guru harus memberi nasehat kepada siswanya yang meminta atau
memerlukan (seperti pada siswa yang pemalu).
Kelebihan dan Kelemahan Metode Simulasi
Kelebihan
Metode Simulasi:
a)
Aktivitas
simulasi menyenangkan siswa, sehingga siswa terdorong untuk ikut
berpartisipasi.
b)
Memungkinkan
eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya.
c)
Mengurangi
hal-hal yang terlalu abstrak, sebab walaupun mengenai abstraksi tetapi
dikerjakan dalam bentuk aktivitas.
d) Strategi
ini menimbulkan respon yang positip dari siswa yang lamban, kurang cakap dan
kurang motivasinya.
e) Simulasi
menimbulkan berpikir kritis siswa, sebab mereka terlibat dalam analisis atau
proses kemajuan simulasi.
Kelemahan Metode Simulasi:
a)
Simulasi
menghendaki banyak imaginasi dari guru dan siswa.
b) Menghendaki
pengelompokkan siswa yang fleksibel, begitu juga ruang kelas atau gedung yang
memadai.
c)
Sering
mendapatkan kritikan dari orang tua siswa, karena aktivitasnya melibatkan
permainan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar