Sabtu, 10 Juni 2017

Metode Pembelajaran IPS

A.    Pengetian Metode Mengajar
Kata metode berasal dari bahasa latin yaitu “methodo” yang berarti “jalan”. Dengan demikian metode bersangkut paut dengan pemilihan jalan, arah atau pola dalam berbuat sesuatu untuk mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan mengajar dapat diartikan sebagai suatu proses membawa anak didik dari suatu tingkat kecakapan tertentu ke tingkat kecakapan yang menjadi tujuan pendidikan.
Sehubungan dengan hal tersebut Winarno Surachmad (1976:76), menyatakan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan mengajar diartikan sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar (T. Raka Joni. 1980:1).
Dengan demikian metode mengajar adalah metode yang dipergunakan oleh seorang pengajar untuk membawa anak didiknya ke tujuan pengajarannya (E. Kusmana. 1974:1).
Lebih jelas lagi ditegaskan oleh Winarno Surachmad (1961), bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan proses belajar mengajar, atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah.
Jadi, metode mengajar adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa, agar tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam proses kegiatan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif.
Menurut Ida Badariyah Almatsir ada beberapa faktor yang ikut berperan dalam menentukan efektif tidaknya suatu metode mengajar. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 
      1)      Tujuan pengajaran
      2)      Bahan pengajaran
      3)      Siswa yang belajar
      4)      Kemampuan guru yang mengajar
      5)      Besarnya jumlah siswa
      6)      Alokasi waktu yang tersedia
      7)      Fasilitas yang tersedia
      8)      Media dan sumber
      9)      Situasi pada suatu saat
      10)  Sistem evaluasi.
Begitu juga Winarno Surahmad (1990:97) mengatakan, bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1)  Anak Didik : Di dalam kelas guru akan menghadapi siswanya yang mempunyai perbedaan- perbedaan; jenis kelamin, latar belakang kehidupan, status sosial, kecerdasan, kreatifitas, dan perilakunya. Perbedaan individual siswa tersebut akan mempengaruhi guru untuk memilih dan menentukan metode mana yang cocok, untuk mencapai lingkungan belajar yang aktif dan kreatif, sehingga tujuan pembelajaran tercapai susuai yang direncanakan.
     2)  Tujuan : Perumusan tujuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa, proses pembelajaran, dan pemilihan metode. Metode yang dipilih guru harus sesuai dengan taraf kemampuan siswa, artinya metode harus tunduk terhadap tujuan.
3)    Situasi : Situasi kegiatan pembelajaran yang diciptakan guru dari hari ke hari tidak selalu sama. Dalam hal ini guru tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan yang diciptakan. Misalnya, sesuai dengan sifat bahan dan tujuan yang akan dicapai, maka guru menciptakan lingkungan belajar secara kelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi tugas untuk memecahkan suatu masalah.
4)   Fasilitator : Merupakan kelengkapan yang menunjang proses pembelajaran. Lengkap tidaknya fasilitas akan menentukan pemilihan metode mengajar.
5)    Guru : Latar belakang pendidikan dan kemampuan guru akan mempengaruhi kompetensi. Kurangnya kemampuan terhadap berbagai metode akan menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode, apalagi belum mempunyai pengalaman mengajar yang memadai. Oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa kepribadian, latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.

B.     Kriteria Menentukan Metode Pembelajaran
Menurut Cheppy HC (tt;80) ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan metode, antara lain:
1)   Tujuan : Tujuan merupakan landasan utama untuk menentukan metode sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2)   Kebutuhan dan minat anak : Kebutuhan individu itu berbeda-beda, misalnya beberapa anak memerlukan pengalaman tertentu, sedang yang lain memerlukan aktivitas tertentu pula. Sebagai guru harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak untuk menentukan rencana kegiatan pembelajaran.
3)   Cara Penampilan Guru Kepribadian guru dapat dilihat melalui penampilannya waktu mengajar. Dalam beberapa hal ia telah mengembangkan cara mengajar yang mengesankan, di lain pihak ia memang pandai memilih metode yang tepat, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan.
Menurut Husein Akhmad, dkk (1981;58) seorang guru IPS dalam memilih metode hendaknya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pengajar (guru)
Seorang guru dalam memilih metode hendaknya mempertimbangkan: pengetahuan yang dikuasai, pengalaman mengajar, dan personalitas yang dimiliki. Personalitas yang cocok dengan siswa akan mendorong kegiatan belajar, karena terbinanya sarana komunikasi yang efektif.
2.      Siswa
Cara-cara yang dipilih guru hendaknya memperhitungkan lingkungan siswa dari mana ia berasal, tingkat intelektual dan latar belakang siswa, pengalaman praktik siswa serta lingkungan dan budaya siswa. 
3.      Tujuan yang akan dicapai
Tujuan yang akan dicapai merupakan pedoman bagi guru dalam memilih bahan yang akan disajikan dan memikirkan metode apa yang paling efektif.
4.      Materi/bahan
Materi itu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, karenanya menuntut cara mengajar yang serasi dengan materi tersebut. Metode untuk materi yang bersifat abstrak akan berbeda dengan metode untuk materi yang bersifat konkrit.
5.      Waktu
Masalah waktu harus diperhatikan dalam memilih metode antara lain: waktu untuk persiapan, waktu yang tersedia untuk mengajar, waktu yang menunjukkan saat mengajar apakah mengajar pagi hari, siang hari atau sore hari.
6.      Fasilitas yang tersedia
Fasilitas yang tersedia akan menentukan seberapa jauh orang dapat leluasa dalam memilih metode pengajaran. Setelah guru menentukan metode yang tepat bagi suatu materi tertentu, hendaknya metode tersebut dijadikan sebagai alat untuk menyajikan bahan pelajaran dan sekaligus sebagai alat bantu siswa untuk mempermudah proses belajar mengajar.

C.    Macam-macam Metode/Pendekatan Pembelajaran IPS
 Anita Lie (2002:4-5), menyatakan bahwa guru harus menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan beberapa pokok pemikiran antara lain:
1)      Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.
2)      Siswa membangun pengetahuannya secara aktif.
3)      Guru harus berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.
4)      Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus menciptakan proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa, sehingga dapat menemukan sendiri pengetahuanya. Untuk itu guru harus memfasilitasi dan menciptakan kondisi belajar siswa. Oleh karena itu guru harus merencanakan pembelajaran dengan menerapkan metode atau pendekatan pembelajaran yang aktif dan kreatif.
Dalam uraian berikut akan diberikan gambaran atau penjelasan singkat tentang metode/pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam pengajaran IPS antara lain:
1.      Contectual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL), merupakan konsep belajar yang mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Hal ini akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Jadi CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna dalam materi pelajaran yang mereka pelajari, kemudian  menghubungkan dengan kontek  kehidupan sehari-hari, yaitu kontek lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya.
Karakterstik Pendekatan Pembelajaran CTL :
            a)      Kerja sama.
            b)      Menyenangkan.
            c)      Pembelajaran terintegrasi.
            d)     Menggunakan berbagai sumber.
            e)      Siswa (aktif, kreatif, dan kritis), guru (harus kreatif).
         f)   Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, misalnya peta, gambar, ceritera, puisi.
        g)      Laporan kepada orang tua tidak hanya berupa rapor, tetapi dapat berupa hasil karya siswa, misalnya laporan / tugas, karangan.
Unsur-unsur yang terkandung didalam  CTL adalah :
      1.      Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan secara tiba-tiba. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep, atau akidah yang siap diambil, melainkan manusia harus mengkontruksi pengetahuan tersebut dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
      2.      Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan inti dari CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil dari mengingat seperangkat fakta, konsep, dan kaidah, melainkan hasil dari menemukan sendiri. Maka guru harus merancang kegiatn pembelajaran yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi/pokok bahasannya. Adapun langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:merumuskan masalah;melakukan observasi atau pengamatan;menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan lain-lain, dan;mengkomunikasikan hasil karya kepada pembaca, teman sekelas, atau guru.
      3.      Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL. Bagi siswa, bertanya merupakan hal penting dalam pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
      4.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar dapat terjadi jika ada proses komunikasi dua arah atau lebih. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh temannya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
      5.      Pemodelan (Modeling)
Dalam pembelajaran, guru bukan satu-satunya model, dapat juga model didatangkan dari luar, misalnya tokoh masyarakat, petugas kesehatan, pemadam kebakaran, polisi lalu lintas. Model dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara sederhana memadamkan kebakaran, dan sebagainya.
      6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari, atau berpikir tentang apa yang telah dilakukan di masa yang lalu. Pengetahuan bermakna diperoleh dari proses pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui kontek pembelajaran, dan kemudian diperluas lagi sedikit demi sedikit melalui pengalamannya.
      7.      Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian autentik adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran perkembangan belajar siswa. Perkembangan siswa perlu diketahui karena untuk memastikan apakah siswa telah mengalami proses pembelajaran dengan benar. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi siswa?
Hal yang dapat digunakan untuk penilaian, antara lain; laporan, pekerjaan rumah, kuis, karya siswa, presentasi, demonstrasi, karya tulis, dan hasil tes tulis.

2.      Cooperative Learning
Falsafah yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa kerja sama kehidupan manusia akan terganggu, karena manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain.
Ada lima prinsip untuk mencapai hasil maksimal dari pembelajaran dengan model cooperative learning yang harus dikembangkan, antara lain:
a)      Saling ketergantungan
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk mencapai kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga semua anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya masing- masing.
b)      Tanggung jawab perseorangan
Tanggung jawab perseorangan merupakan prinsip yang mempunyai keterkaitan erat dengan prinsip saling ketergantungan positif. Siswa harus mempunyai komitmen yang kuat untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, ia harus mempertanggungjawabkan aktivitasnya, sehingga tidak mengganggu kinerja tim.
c)      Tatap muka
Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota, karena hasil pemikiran kelompok akan lebih baik dari pada hasil pemikiran satu anggota saja. Sinergi antar anggota ini akan meningkatkan sikap menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-maasing anggota.
d)     Komunikasi antar anggota
Siswa harus dibekali berbagai keterampilan berkomunikasi, karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengemukakan pendapatnya.
e)      Evaluasi proses kelompok
Untuk kepentingan evaluasi, guru harus menyediakan waktu khusus untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya dalam bekerja sama dapat lebih efektif.
Teknik-teknik Pembelajaran Cooprarative Learning
a.      Teknik Mencari Pasangan
Teknik ini digunakan untuk memahami suatu konsep atau informasi tertentu yang harus ditemukan siswa. Keunggulannya adalah siswa dapat mencari pasangan sambil belajar menggali satu konsep atau tema dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak. Adapun caranya guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik tertentu, setiap siswa mendapat satu kartu. Kemudian setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
b.      Bertukar Pasangan
Teknik ini dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain. Teknik ini juga dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Caranya adalah, guru memberi tugas kepada siswa untuk dikerjakan dengan pasangannya dalam (kelompok), setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain untuk berdiskusi untuk mengukuhkan jawaban. Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
c.       Berpikir Berpasangan Berempat
Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan siswa lain. Keunggulannya adalah optimalisasi partisipasi siswa, karena setiap siswa dapat tampil beberapa kali untuk dikenali dan menunjukkan partisipasinya kepada siswa lain. Teknik ini juga dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Caranya adalah, guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. Setiap siswa mengerjakan tugas secara sendiri-sendiri, kemudian bergabung dengan rekan lain dari anggota kelompoknya untuk berdiskusi. Setelah selesai, kedua pasangan bergabung kembali dengan kelompoknya. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada anggota kelompok berempat.
d.      Keliling Kelompok
Teknik ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan keliling kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusinya dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya. Caranya adalah, salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya tentang tugas yang sedang mereka kerjakan. Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya, demikian seterusnya, giliran berbicara dapat diatur menurut arah jarum jam atau dari kiri kekanan atau sebaliknya.
e.       Jigsaw
Teknik ini dapat digunakan untuk kegiatan pembelajaran membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Guru memperhatikan skemata atau latar belakang siswa dan membantu mengaktifkan siswa agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa saling bekerja sama dan saling membantu, mereka mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Teknik ini dapat diterapkan untuk semua kelas/tingkatan dan cocok untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Matematika, dan Agama.
Adapun caranya adalah:
1)      Guru membagi bahan /materi menjadi empat bagian.
2)   Guru sebelum membagikan tugas kepada kelompok, hendaknya menanyakan apakah siswa sudah mengenal/ mengetahui tentang topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa dalam menghadapai bahan/materi baru.
3)      Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
4)      Bagian materi pertama diberikan kepada siswa pertama, bagian kedua diberikan kepada siswa kedua, dan seterusnya.
5)      Siswa disuruh membaca dan mengerjakan bagian masing-masing.

3.      Metode Karyawisata
Suryobroto(1986:51) memberi batasan karyawisata sebagai kegiatan belajar mengajar dengan mengunjungi obyek yang sebenarnya yang ada hubungannya dengan pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Nursid Sumaatmadja (1980:113), menyatakan bahwa karyawisata adalah suatu kunjungan ke obyek tertentu di luar lingkungan sekolah, di bawah bimbingan guru IPS, yang bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut metode karyawisata dapat dilaksanakan dengan mengadakan perjalanan dan kunjungan yang hanya beberapa jam saja ke tempat atau daerah yang tidak begitu jauh dari sekolah, asalkan maksudnya memenuhi tujuan instruksional IPS.
Seorang guru dapat menerapkan metode karyawisata dengan terarah dan sesuai dengan tujuan instruksionalnya, apabila guru memperhatikan hal-hal seperti tersebut dibawah ini:
1)      Mengetahui hakikat metode karyawisata.
2)      Mengetahui kelebihan dan kelemahan metode karyawisata.
3)      Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya.
4)      Mempunyai keterampilan memilih pokok-pokok bahasan yang cocok dikembangkan dengan metode karyawisata.
Selain itu guru juga harus memperhatikan keadaan siswa yang akan terlibat dalam proses belajar mengajar, bahwa:
a)      Siswa memiliki dorongan minat dan perhatian terhadap apa yang sedang dipelajari (sense of interest ).
b)      Siswa memiliki dorongan untuk melihat kenyataan (sense of reality).
c)      Siswa memiliki dorongan untuk menemukan sendiri hal-hal yang menarik perhatiannya ( sense of discovery).
Fungsi Metode Karyawisata
1)      Mendekatkan dunia sekolah dengan kenyataan.
2)      Mempelajari suatu konsep atau teori dengan kenyataan dan sebaliknya.
3)      Membekali pengalaman riil pada siswa.
Langkah-langkah Metode Karyawisata
Untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan metode karyawisata, tahap-tahap pelaksanaannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a)  Tahap persiapan : Meliputi persiapan materi atau topik karyawisata, persiapan teoritis, persiapan perlengkapan, dan aspek-aspek lain yang menunjang pelaksanaan karyawisata.
b)      Tahap pelaksanaan karyawisata di lapangan : Jika tahap persiapan telah matang dan terperinci, maka tahap pelaksanaan akan berjalan lancar. Tahap pelaksanaan ini secara ketat harus tetap berlandaskan pada perencanaan, misalnya rencana dan tujuannya.
c) Tindak lanjutnya pelaksanaan karyawisata (setelah kembali ke tempat) Kegiatannya meliputi penyusunan dan membuat laporan hasil karyawisata.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Karyawisata
Kelebihan Metode Karyawisata
1)      Siswa dapat mengamati obyek secara nyata dan bervariasi, seperti peninggalan sejarah, pasar, pantai, pabrik, kalurahan, kecamatan.
2)      Siswa dapat menjawab dan memecahkan masalah-masalah dengan cara melihat, mencoba, dan membuktikan secara langsung suatu obyek yang dipelajari.
3) Siswa dapat pula mendapatkan informasi langsung dari narasumber ataupun dapat penjelasan langsung dari manajer pabrik.
Kelemahan Metode Karyawisata
1)      Jika terlalu sering dilaksanakan akan mengganggu rencana pelajaran.
2)      Perlu pengawasan dan bimbingan guru.
3)  Jika obyek yang akan dikunjungi terlalu jauh letaknya, menyulitkan transportasi dan pembiayaan.
4)  Jika pelaksanaan karyawisata terlalu kaku sifatnya, dapat menurunkan minat siswa terhadap karyawisata, sehingga tujuannya tidak tercapai.

4.      Metode Role Playing (Bermain Peran)
Metode role playing tidak bisa lepas dari metode sosiodrama, sebab keduanya sama-sama dapat diterapkan dalam pengajaran IPS yang sukar dipisahkan satu sama lainnya. Role playing adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, nilai, dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain (Husein Achmad. 1981:80).
Dengan demikian role playing adalah merupakan suatu teknik atau cara agar para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaan. Sedangkan sosiodrama berarti mendramatisasikan cara tingkah laku di dalam hubungan sosial (Winarno Surachmad. 1973:125). Atau cara mengungkapkan kehidupan dan hubungan sosial secara keseluruhannya pada sekelompok siswa.
Tujuan dan Manfaat Role Playing (menurut Shaftel)
1)      Agar menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam realita hidup.
2)      Agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya.
3)      Untuk mempertajam indera dan rasa siswa terhadap sesuatu.
4) Sebagai penyaluran/pelepasan ketegangan dan perasaan-perasaan. 5) Sebagai alat mendiagnosa keadaan kemampuan siswa.
5)      Pembentukan konsep secara mandiri.
6)      Menggali peranan-peranan dari pada seseorang dalam suatu kehidupan kejadian/keadaan.
7) Membina siswa dalam kemampuan memecahkan masalah, berfikir kritis, analisis, berkomunikasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain.
8)     Melatih anak ke arah mengendalikan dan membaharui perasaannya, cara berfikirnya, dan perbuatannya.
Langkah-langkah Role Playing
1)      Pemanasan (pengantar serta pembahasan ceritera dari guru).
2)      Memilih siswa yang akan berperan.
3)      Menyiapkan penonton yang akan mengobservasi.
4)      Mengatur panggung/ruang
5)      Permainan. 
6)      Diskusi dan evaluasi. 
7)      Permainan berikutnya.
8)      Diskusi lebih lanjut.
9)      Generalisasi.

5.      Metode Simulasi
Istilah simulasi berasal dari kata simulate yang berarti pura-pura, dan simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura. Menurut Soli Abimanyu (1980), bahwa simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja.
Dengan demikian simulasi itu dapat digunakan untuk melakukan proses- proses tingkah laku secara imitasi. Sebagai contohnya simulasi tentang seorang pemimpin yang otoriter, simulasi mengajar dan sebagainya.
Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh pemahaman akan hakikat dari suatu konsep, prinsip atau  sesuatu keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan. (B. Suryobroto,1986:63).
Tujuan Simulasi
Menurut Sunaryo (198 :113-114) tujuan simulasi adalah:
a)    Untuk melatih keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari.
b)      Untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip.
c)      Untuk latihan memecahkan masalah.
Langkah-langkah Simulasi
Menurut Ida Badariyah Almatsir, Mulyono Tjokrodikaryo (tt:22-23), kegiatan  simulasi dapat dilakukan dalam empat tahap yaitu: orientasi, latihan, simulasi (operasi), dan debriefing (diskusi). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1)      Tahap I: orientasi
a)      Mengemukakan pokok bahasan dan konsep yang akan disimulasikan.
b)      Menjelaskan model dan permainannya.
2)      Tahap II: latihan peserta
a)      Menetapkan skenario (aturan, peranan, prosedur, jenis keputusan yang akan diambil sasaran).
b)      Tugas-tugas peran.
c)      Latihan singkat.
3)      Tahap III: Pelaksanaan simulasi
a)      Kegiatan permainan dan pengaturannya
b)      Balikan dan penilaian ( dari penampilan dan pengaruh keputusan )
c)      Penjernihan (klarifikasi) kesalahan konsep
d)     Kelanjutan simulasi
4)  Tahap IV: Debriefing dengan peserta: Mengandung semua atau beberapa dari kegiatan-kegiatan berikut ini:
a)      Ringkasan peristiwa dan persepsi
b)      Kesulitan dan pemahaman
c)      Analisis proses
d)     Perbandingan antara kegiatan simulasi dan dunia nyata
e)      Kaitan kegiatan simulasi dan materi pelajaran
f)       Rancangan ulang simulasi
Oleh karena dalam simulasi siswa belajar dari pengalaman yang disimulasikan, bukan belajar dari ceramah atau pidato dari guru, maka dalam hal ini guru berperan sebagai:
1.      Informan
Guru harus menjelaskan tentang simulasi, karena siswa harus benar-benar mentaati aturan-aturan main yang sudah ditentukan, terutama bagaimana cara memulainya. Siswa harus mengetahui atau menyadari implikasi dari setiap kegiatan simulasi. Guru dalam memberi penjelasan, harus seminimal mungkin, jelas, tidak bertele-tele, dan tidak perlu diulang-ulang.
2.      Mengawasi atau mewasiti simulasi
Guru harus mengawasi keikut-sertaan siswa dalam simulasi agar dapat memperoleh manfaat sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini guru harus bertindak sebagai wasit, yaitu memegang ketat aturan-aturan mainnya, tetapi ia sendiri tidak ikut main.
3.      Melatih siswa
Dalam melatih, guru harus bertindak sebagai penasehat supportif bukan sebagai pengkotbah atau tukang menegakkan disiplin. Misalnya guru harus memberi nasehat kepada siswanya yang meminta atau memerlukan (seperti pada siswa yang pemalu).
Kelebihan dan Kelemahan  Metode Simulasi
Kelebihan Metode Simulasi:
a)      Aktivitas simulasi menyenangkan siswa, sehingga siswa terdorong untuk ikut berpartisipasi.
b)      Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya.
c)      Mengurangi hal-hal yang terlalu abstrak, sebab walaupun mengenai abstraksi tetapi dikerjakan dalam bentuk aktivitas.
d)  Strategi ini menimbulkan respon yang positip dari siswa yang lamban, kurang cakap dan kurang motivasinya.
e)  Simulasi menimbulkan berpikir kritis siswa, sebab mereka terlibat dalam analisis atau proses kemajuan simulasi.
Kelemahan Metode Simulasi:
a)      Simulasi menghendaki banyak imaginasi dari guru dan siswa.
b)  Menghendaki pengelompokkan siswa yang fleksibel, begitu juga ruang kelas atau gedung yang memadai.
c)      Sering mendapatkan kritikan dari orang tua siswa, karena aktivitasnya melibatkan permainan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar